widgeo.net

Jumat, 18 November 2011

Kepemimpinan ala Walikota Surakarta/Solo Ir. Joko Widodo

Seminar Antar Jurusan Fakultas Politik Pemerintahan
“Kebijakan Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di Kota Solo”

Jatinangor – Rabu, 16 November 2011 bertempat di gedung VIP Graha Wyata Praja Kampus IPDN Jatinangor sejumlah civitas akademika IPDN (Dosen, pejabat struktural & fungsional serta Praja) melaksanakan seminar antar jurusan fakultas politik pemerintahan yang bertema “Kebijakan Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di Kota Solo” dengan pembicara Walikota Solo Ir. Joko Widodo.
      Acara di awali dengan laporan oleh ketua panitia, yang dalam hal ini di jabat oleh Bapak Dedi Riyandono yang merupakan dekan Fak. Politik Pemerintahan IPDN. Dalam laporannya, ketua panitia mengatakan bahwa tujuan utama dari seminar ini yaitu untuk menggali lebih jauh tentang motto yang di bawa Walikota Solo dalam membangun Kota Surakarta yaitu “The spirit of Java”.
      Selanjutnya acara di buka oleh Rektor IPDN yang di wakilkan oleh Purek 1 Prof.DR.H.Wirman Safri M.Si . Dalam sambutannya Prof. Wirman sempat menyinggung soal sosok dari Walikota Solo “beliau adalah sosok pamong yang sesungguhnya, karena turun langsung ke lapangan. Bahkan gajinya tidak di ambil, tetapi di berikan kepada masyarakat Surakarta, sesuatu yang patut kita contoh dari beliau”.
      Acara yang di pandu langsung oleh Pak Chobib Sholeh ini berlangsung hangat, karena di sertai oleh canda tawa dari para peserta seminar.
      Dalam kesempatan itu Bapak Joko Widodo yang lebih akrab di sapa Pak Jokowi ini mengisahkan mengenai kebiasaan pemerintah dalam melakukan penertiban PKL (Pedagang Kaki Lima) dengan membawa buldoser, dan menghancurkan tempat jualan tanpa adanya komunikasi. Menurut beliau, hal ini keliru. Pemerintah seharusnya bisa lebih intelek dalam bersikap untuk melakukan penertiban PKL.
      Dalam suatu kesempatan pada saat 3 bulan kepemimpinannya Pak Jokowi berkisah bahwa beliau di datangi oleh Kepala Sat Pol PP Kota Solo, dia mengajukan pengadaan 400 pentungan, 400 tameng serta kalau perlu 4 buah pistol untuk berjaga-jaga pada saat bekerja di lapangan. Sontak saat itu Pak Jokowi kaget dan langsung membentak Kepala Sat Pol PP tersebut, “kamu mau ngajak perang masyarakat atau mau menertibkan masyarakat? Anda itu pamong, yang seharusnya mampu menjadi “among” bagi masyarakat” . Kemudian Kepala Sat Pol PP itu balik bertanya, “ terus, kami ke lapangan bekerja pakai apa Pak?” Pak Jokowi pun menjawab “ ke lapangan yaa pakai ilmu. Pakai Ilmu Intervensi Sosial namanya (Pendekatan Personal)”.
      Inilah salah satu gebrakan Pak Jokowi dalam usahanya untuk merelokasi para PKL. Beliau berhasil menaklukkan PKL dengan intelektual, bukan dengan kekerasan. Salah satu contoh di kisahkan ketika beliau ingin merelokasi PKL di banjarsari yang notabene telah di duduki PKL selama 20 tahun. Beliau melakukan pendekatan personal dengan mengundang para PKL untuk makan bersama, dan tidak tanggung-tanggung, beliau tidak hanya sekali dua kali mengundang para PKL untuk makan bersama, tapi sampai 54 kali !! Ini merupakan salah satu metode intervensi social  yang di lakukan oleh Pak Jokowi untuk mengajak para PKL agar mau berunding.
      Setelah akhirnya para PKL tersebut bersedia untuk di relokasi beliau tidak berhenti untuk berinofasi, proses pemindahannya di lakukan secara arak-arakan adat yang di sebut “kirab boyongan”. Ini merupakan salah satu strategi pemasaran untuk menarik perhatian masyarakat.
      “PKL bertebaran dimana-mana karena tidak di beri ruang atau space. Jangan cuman supermarket atau Mall yang di beri izin”. Demikian pendapat Pak Jokowi terkait programnya dalam mendukung usaha mikro rakyat kecil. Fungsi pemerintahan menurut beliau diantaranya yaitu manajemen pengendalian dan , memberi pelayanan. Tidak hanya membangun pasar, tapi beliau juga memberikan diklat kewirausahaan dan manajemen keuangan bagi PKL, sehingga para PKL juga memiliki skill yang hebat.

Sesi Tanya-Jawab :
1.   Apa yang harus di miliki pemimpin? (Dosen, Andi Pitono)
Pemimpin itu harus melihat, mendengar dan mendatangi tempat permasalahan secara langsung. Terkadang pemimpin itu terlalu menikmati jabatan yang di duduki dan lupa membuat action untuk rakyatnya. Ini yang keliru dari kebanyakan pemimpin kita saat ini. Dan yang paling penting adalah jangan menunggu bola, tapi jemputlah bola.
2.  Bagaimana caranya sehingga pasar tradisional bisa bersaing dengan Mall atau Supermarket ? (Wasana Praja)
Secara fakta yang ada di lapangan, orang yang jualan di pasar tidak bayar pajak, tidak bayar sewa gedung, otomatis lebih murah, dan yang dijual di pasar lebih fresh. Selain itu saya melakukan kampanye kepada warga khususnya ibu-ibu bahwa kalau mau jalan-jalan ke Mall atau Supermarket silahkan saja, tetapi belanjanya di pasar.

2 komentar:

Tia Sutiawati mengatakan...

salam kenal diks...good posting

Unknown mengatakan...

@theeya tia : siap kak. Salam kembali ka. Terima kasih.